Manisnya Kepahitan Hidup

Sahabat TASQ,

Kala menemui kepahitan dalam hidup, jangan larut dalam kesedihan apalagi sampai berputus asa, atau sibuk menyalahkan nasib atau orang lain.

Boleh jadi, itu adalah sebentuk tarbiyah dari Allah untuk melatih kesabaran kita, mengangkat derajat diri, menggugurkan dosa, dan hadirnya aneka kebaikan yang akan tampak di kelak kemudian hari.

Maka, ada nasihat dari Buya Hamka yang disarikan dari pengalaman hidupnya kala dimasukan ke penjara. Dalam Tafsir Al-Azhar, beliau menuliskan:

“Terkadang, pengalaman pahit menjadi kekayaan jiwa yang tinggi mutunya, menjadi kenangan indah sehingga membuat hidup lebih matang. Sampai datanglah suatu waktu, di mana kita pun mengucapkan syukur yang setulus-tulusnya karena Zat Yang Mahakuasa telah berkenan mendatangkan kesulitan itu di masa lampau.”

Indahnya Doa Nabi Ibrahim as.

Sahabat RSQ,

Nabi Ibrahim as. berdoa, “Rabbi hablî hukman wa alhiqnî bi shâlihîn, waj’allî lisâna shidqin fil âkhirîn, waj’alnî min waratsati jannatinna’îm.”

Artinya, “Ya Rabb, berikanlah kepadaku ilmu dan masukanlah aku ke dalam golongan orang-orang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan.” (QS Asy-Syu’ara, 26:83-85).

Inilah doa yang sangat indah. Isinya mencakup puncak-puncak kebaikan di dunia dan akhirat. Bahkan, menurut sebagian ulama, doa sapu jagat (QS Al-Baqarah, 2:201) penjabarannya tercakup dalam doa ini.

Ibadah Tidak Nikmat? Pasti karena Banyak Maksiat!

Sahabat TASQ,

Orang yang bermaksiat kepada Allah boleh jadi hartanya tidak jadi berkurang, tubuhnya tetap sehat, pangkatnya tetap tinggi, popularitasnya pun tidak berkurang. Namun, itu baru permulaan. Apabila dia istiqamah dalam maksiatnya, niscaya Allah akan mengambil segala kenikmatan darinya.

Tapi yang jelas, manakala seseorang bermaksiat kepada Allah, hal pertama yang dia dapatkan adalah dicabutnya nikmat ketaatan dari hatinya. Dia ibadah, tapi kering terasa. Dia shalat, tapi jauh dari khuyuk. Dia Tahajud, tapi tidak lagi terasa nikmat.

Maka, Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Ada banyak orang melakukan dosa dalam hal makanan, sehingga dia terhalang dari shalat malam (Tahajud) dan sangat sulit mengecap nikmatnya bermunajat kepada Allah Azza wa Jalla.”

Ada pula seseorang yang bertanya kepada Wahab bin Al-Wardi, “Apakah orang yang bermaksiat kepada Allah dapat merasakan nikmatnya ibadah?”

Beliau menjawab, “Tidak! Bahkan, orang yang baru berniat melakukan maksiat pun, dia tidak akan bisa merasakan lezatnya ibadah.” (Ibnul Jauzi, Shifatush Shafwah)

Tanda Jujurnya Keimanan : Rela Meninggalkan Kemaksiatan

Sahabat TASQ,

Setiap orang bisa melakukan kebaikan, entah orang baik atau seorang penjahat, terlepas dari apa motivasinya: ikhlas karena Allah, karena terpaksa, karena pencitraan, karena mengharap keuntungan duniawi atau ukhrawi. Semua bisa melakukannya.

Namun, tidak demikian dengan kemaksiatan. Hanya orang-orang yang serius dalam pertobatannya saja, yang jujur dalam keimanannya saja, dan yang di hatinya ada rasa takut kepada Allah sajalah yang bisa melakukannya dengan sepenuh kesadaran.

Terkait hal ini, Abu Muhammad Sahal bin Abdullah Al-Tustari mengatakan, “Perbuatan baik bisa dilakukan oleh orang baik atau orang jahat. Namun, meninggalkan maksiat hanya bisa dilakukan oleh orang yang jujur.” (Abu Nu’aim, Hilyatul Auliya)

Tajamnya Firasat Utsman bin Affan

Sahabat TASQ,

Setiap sahabat memiliki keutamannya masing-masing sebagai buah dari ketaatan dan kecintaannya kepada Allah dan rasul-Nya. Hal ini berlaku pula pada sosok Utsman bin Affan ra.

Selain dikenal akan kedermawanan dan kecerdasannya, Utsman pun dikenal sebagai sosok yang tajam matahatinya dan tepat firasatnya. Atas izin Allah, dia mampu mengetahui apa yang disimpan oleh seseorang hanya dengan melihat sorot matanya. Walau, orang tersebut menyangka bahwa tidak ada seorang pun yang tahu apa yang disembunyikan dalam hatinya.

Maka, pernah terjadi ada seseorang datang kepadanya dan Utsman berkata kepada orang ini, “Seseorang datang kepadaku dan bekas perzinahan tampak di kedua matanya.”

Orang ini lalu bertanya, “Apakah itu wahyu sesudah Rasulullah?”

Utsman menjawab, “Tidak! Itu adalah firasat yang benar.” (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ath-Thuruq Al-Hukmiyah)

Mengapa Allah Ta’ala memberikan keistimewaan ini kepada Utsman? Satu sebabnya adalah karena sifat pemalu Utsman. Karena sifatnya ini, para malaikat pun malu kepadanya. Karena sifat pemalunya ini, Utsman sangat menjaga pandangannya dari maksiat sehingga Allah menitipkan firasat yang kuat ke dalam hatinya.

Populitaritas Memang Menggiurkan, Tetapi…!

Sahabat TASQ,

Saat sekarang, menjadi sosok terkenal memang menggiurkan. Dengan punya banyak follower saya di medsos misalnya, seseorang bisa mendapatkan beragam keuntungan. Salah satunya keuntungan finansial. Orang-orang pun berlomba untuk mendapatkannya.

Namun, di balik semua itu, dilihat dari kecamata keimanan, ada sejumlah hal yang layak dikhawatirkan dari yang namanya popularitas. Satu di antaranya adalah mudahnya seseorang untuk berbangga diri, bermegah-megahan, tumbuh suburnya ujub dan riya, sampai dengan hilangnya keikhlasan dalam beramal.

Mengapa? Karena dia beramal bukan untuk mengharap ridha Allah, akan tetapi untuk menaikan jumlah follower, untuk like, comment and share. Jika hal ini sampai terjadi, akan hilanglah darinya nikmatnya taat kepada Allah dan lezatnya menghamba kepada-Nya.

Hal ini sebagaimana dinasihatkan Bisyr bin Al-Harits berkata, “Tidak akan mendapati manisnya akhirat seseorang yang suka untuk dikenal oleh manusia.” (Hilyatul Auliya, 8:343)

Ketika Ilmu Tidak Lagi Berguna

Ilmu adalah keutamaan. Mempelajarinya adalah kemuliaan. Dan, mengamalkannya adalah kewajiban. Namun, ilmu tidak lagi berguna manakala pemiliknya tidak bisa menjaga kehormatan dirinya.

Ada satu nasihat dari Imam Asy-Syafi’i, “Siapa mempelajari Al-Quran, nilai dirinya akan bertambah. Siapa mempelajari fikih, kemampuan dirinya akan meningkat. Siapa menulis hadits, hujahnya akan menguat. Siapa mempelajari ilmu hisab, pandangannya akan semakin luas. Namun, siapa yang tidak melindungi diri dan kehormatannya, niscaya ilmunya tidak lagi berguna.”