Belajar Istiqomah dari Aisyah ra

Berapa kalikah kita ikut pengajian, mendengarkan kajian ilmu, membaca buku atau ditunjukan oleh teman tentang suatu amal ibadah? Sering pastinya! Namun, dari sekian banyak ilmu yang masuk, berapa persenkah yang sudah kita amalkan secara istiqamah?

Jika belum, kita layak belajar kepada sosok Aisyah binti Abu Bakar ra. Setiap kali beliau mendapatkan ilmu dari Rasulullah saw. setiap kali itu pula beliau tidak berhenti untuk mengamalkannya walau hanya sedikit.

Apa yang disabdakan Rasulullah saw. kepadanya benar-benar masuk ke dalam pikiran dan hati, lalu teraplikasikan dalam perbuatan. Apakah itu? “Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus (istiqamah) walaupun kecil (sedikit).”

Terkait hal ini, Al-Qasim bin Muhammad berkata, “Setiap Aisyah melakukan suatu amalan, maka dia tidak pernah berhenti untuk melakukannya.” (HR Al-Bukhari, No. 6465 dan Muslim, No. 783)

Inilah Karakter Istri Terbaik

Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya, “Tidakkah kalian ingin aku beritahu tentang sebaik-baik istri kalian?” Para sahabat pun mengiyakan.

Beliau lalu bersabda:

“Sesungguhnya, sebaik-baik istri kalian adalah wanita yang banyak anak (subur), penyayang, jujur, suci dari hal-hal yang dilarang, disenangi lagi dibanggakan keluarga, tunduk kepada suami, selalu berdandan rapi saat suami tengah bersamanya.

Dia selalu menjaga diri untuk mendengarkan suaminya daripada ucapan orang lain, selalu mentaati perintah suaminya. Jika diajak bercumbu pun dia selalu memberikan semua yang diinginkan oleh suaminya, dan dia tidak akan bergaya seperti halnya laki-laki.” (Makârim Al-Akhlâq, Ath-Thibrisi)

Kala Cinta Menjadi Awal Derita

Ada banyak ketidaknyamanan di dunia. Ada banyak penderitaan dalam kehidupan. Ada banyak pula sesengsaraan dalam hari-hari yang dijalani manusia. Satu di antaranya adalah terkait perasaan, yaitu manakala kenyataan tidak sesuai dengan harapan.

Satu yang terbesar adalah ketika diri bertepuk tangan. Kita amat mencintai seseorang, akan tetapi orang yang dicintai malah membenci kita. Kita merindukan seseorang, akan tetapi orang yang dirindukan malah merindukan orang lain.

Maka, Imam Asy-Syafi’i berkata lewat syairnya:

“Mencintai wanita adalah awal dari sebuah derita, benarkah? Bukan wanita yang membuat derita. Namun, mencintai wanita yang tidak mencintaimu-lah yang akan menciptakan derita bagimu.

(Termasuk pula) derita paling besar adalah ketika engkau mencintai seseorang yang tengah mencintai orang lain.” (Muhammad Idris Asy-Syafi’i)

Apa obat dari hal ini? Berdoalah kepada Allah, Zat Yang Maha Membolak-balikkan hati agar dia berkenan menetralkan rasa hati dari perasaan cinta kepada orang yang tidak ingin kita mencintainya.

#muslimah #hijrah #keluargamuslim #quote #muslim #akhwat #islam #hijab

4 Golongan Manusia yang Dilaknat Allah

Laknat adalah dijauhkannya dari rahmat. Maka, saat Allah melaknat seseorang atau sekelompok orang, itu artinya Allah menjauhkan mereka dari rahmat dan mendekatkan mereka dengan azab.

Ada beragam hal yang dapat mengundang datangnya laknat. Empat di antaranya disampaikan Rasulullah saw. dalam haditsnya. Dari Abu Umamah ra. bahwa Nabi saw. bersabda:

“Ada empat hal yang dilaknat Allah dari atas Arasy-Nya dan keempat hal itu diamini oleh para malaikat. Yaitu:

(1) Orang yang menutup diri dari kaum wanita sehingga dia tidak mau menikah, baik dengan orang merdeka maupun hamba sahaya yang dapat memberikan keturunan kepadanya.

(2) Seorang laki-laki yang menyerupai wanita, padahal Allah telah menciptakannya sebagai laki-laki.

(3) Seorang wanita yang menyerupai laki-laki, padahal Allah telah menciptakannya sebagai wanita.

(4) Orang yang menyesatkan orang-orang miskin (yaitu menghina dan mengolok-olok mereka, termasuk mempermainkan dan mempermalukan mereka).” (HR Ath-Thabrani)

Pahamkan si Anak Bujang Agar Tidak Nongkrong di Pinggiran Jalan

Didiklah anak-anak kita menjadi pribadi terhormat, pribadi yang tahu adab, tahu hak dan kewajibannya sebagai seorang Muslim. Salah satunya adalah dengan tidak membiasakan diri untuk nongkrong di pinggir jalan. Andaipun harus duduk di pinggir jalan, ajarkan hak-hak jalan kepada mereka. Apakah itu?

Ada pesan dari Rasulullah saw. “Jauhilah oleh kalian (kebiasaan) duduk-duduk di jalan! Namun, jika kalian tidak mempunyai pilihan lain kecuali harus duduk di sana, maka berikanlah hak-hak jalan, yaitu: menundukan pandangan, menjauhi hal-hal yang membahayakan, menjawab salam, menunaikan amal ma’ruf, dan senantiasa mencegah yang munkar.” (HR Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Said Al-Khudri ra.)

Sejatinya, ada sejumlah adab duduk-duduk di jalan atau pinggir jalan, sebagaimana diungkapkan dalam sejumlah hadits. Terkait hal ini, Imam Ibnu Hajar Al-Atsqalani merangkumnya dalam sebuah syair:

“Aku telah menghimpun tentang adab orang yang mau duduk di jalan dari sabda sebaik-baik manusia (yaitu Rasulullah saw.).

Tebarkanlah salam, berbicaralah yang baik, doakan orang yang bersin agar bertambah baik.

Bantulah orang yang membawa beban berat, tolonglah yang teraniaya.

Bantulah orang yang sedih, tunjukkan jalan yang benar, bimbinglah orang yang bingung.

Suruhlah kepada yang ma’ruf, cegahlah dari yang mungkar, jauhilah yang membahayakan.

Tundukkan pula pandangan dan perbanyak zikir kepada Allah.”

Ke Mesjid Boleh, Pakai Wewangian Jangan!

Tidak ada larangan bagi seorang wanita untuk pergi ke masjid dan beribadah di dalamnya. Hanya saja, ada rambu-rambu yang harus sangat diperhatian. Salah satunya adalah tidak memakai wewangian yang semerbak.

Rasulullah saw. bersabda, “Apabila kalian (kaum perempuan) hendak pergi ke masjid, janganlah memakai wewangian.” (HR Muslim)

Terkait hal ini, dengan merujuk sejumlah hadits lainnya, Imam An-Nawawi (dalam Syarh An-Nawawi) menyebutkan beberapa syarat tentang kebolehan kaum wanita shalat di masjid:

Pertama, tidak memakai wewangian, perhiasan dan pakaian untuk pamer.

Kedua, tidak berbaur (ikhtilat) dengan kaum laki-laki karena sangat rentan terhadap fitnah.

Ketiga, tidak ada hal yang dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan dan lainnya di perjalanan.

Saat Orangtua Diperbolehkan Mengambil Kembali Apa yang Telah Dia Berikan kepada Anaknya

Ada banyak hal yang tidak halal dilakukan oleh seorang Muslim. Satu di antaranya adalah meminta atau mengambil kembali apa yang sudah diberikannya kepada orang lain.

“Pemisalan orang yang memberikan sesuatu kemudian memintanya kembali, itu sama seperti seekor anjing yang

makan. Setelah kenyang dia memuntahkan makanannya kemudian memakan muntahannya kembali.” (HR At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, dan lainnya)

Namun, hal ini tidak berlaku bagi para orangtua. Karena keutamaan dan kedudukannya di hadapan sang anak, dia diberikannya kepada anak.

diperbolehkan untuk meminta atau mengambil kembali apa yang sudah

Nabi saw. bersabda, “Tidak halal bagi seseorang yang memberikan pemberian kemudian dia memintanya kembali, kecuali pemberian orangtua kepada anaknya.” (HR At-Tirmidzi dari Ibnu Umar)