Agar Anak Anteng Shalat Berjamaah di Masjid

Orangtua kerap dipusingkan dengan tingkah anak saat dibawa ke masjid, semisal untuk shalat berjamaah. Pada satu sisi, orangtua ingin membiasakan anak agar cinta masjid, mengenal shalat berjamaah dan bersosialisasi.

Namun, pada sisi lain, hadirnya anak di masjid justru membawa masalah baru. Si anak malah berbuat gaduh saat shalat, lari ke sana lari ke sini, sehingga jamaah lain menjadi terganggu.

Bagaimana sebaiknya? Adakah cara terbaik agar anak bisa anteng, tertib dan tidak mengganggu orang lain saat dibawa ke masjid?

Ternyata, kuncinya ada di rumah. Sebelum mengajak anak ke masjid, orangtua harus mengajari dan mengkondisikan anak agar terbiasa shalat berjamaah, tertib dan tahu adab bermajelis. Tanpa adanya pengajaran dan pembiasaan di rumah, sulit bagi anak untuk bisa tertib saat dia dibawa ke masjid atau majelis taklim.

Tinggi Rendahnya Martabat Seorang Suami

Suami pintar itu idaman. Suami kaya itu impian. Suami tampan itu harapan. Namun, itu semua bukan penentu mulianya seorang lelaki di sisi Allah Ta’ala. Lalu apa parameternya?

Sejatinya, Rasulullah saw. mengukur tinggi rendahnya martabat seorang lelaki dari cara dia bergaul dan memperlakukan istrinya.

“Tidak memuliakan wanita kecuali lelaki yang mulia. Dan, tidak merendahkan wanita kecuali lelaki yang rendah pula.” (HR Tirmidzi)

Maka, di antara sekian banyak dosa, ada dua macam dosa yang Allah Ta’ala dahulukan siksanya di dunia, yaitu al-baghyu dan durhaka kepada orangtua.” (HR Al-Bukhari, At-Tirmidzi, dan Ath-Thabrani)

Al-baghyu adalah berbuat zalim, aniaya, atau sewenang-wenang terhadap orang lain. Dan, termasuk al-baghyu yang paling dimurkai Allah Ta’ala adalah berbuat zalim kepada istri sendiri.

Karena Apa Kita Menjadi Tua ?

Menjadi tua, lemah, dan mati adalah sesuatu yang pasti. Namun karena apa kita lemah dan akhirnya mati, itulah yang menjadi pembeda antara seseorang dengan yang lain.

Maka, berbahagialah seorang ayah yang tubuhnya melemah, rambutnya memutih, dan waktunya habis untuk menafkahi, membimbing dan membahagiakan anak istrinya di jalan Allah.

Berbahagia pulalah seorang istri yang waktunya habis untuk mengurus anak, berkhidmat kepada suami, dan mendidik anak-anaknya dalam ketaatan kepada Allah.

Walau di dunia dia tidak dikenal, tiada tanda jasa, apalagi mahkota, Allah tidak akan lupa dengan segala amal baiknya. Surga adalah jaminannya.

Ajari Anak untuk Mencintai Saudaranya

Mengajari anak baca Al-Quran itu wajib. Mengajari anak menjaga kebersihan itu bagus. Mengajari anak bahasa asing, ilmu dan keterampilan baru itu sangat utama.

Namun, ada satu hal yang tidak boleh dilupakan orangtua, yaitu mengajari anak agar mencintai kedua orangtuanya, menyayangi saudaranya, dan perhatian lagi senang berbuat baik kepada sanak kerabatnya.

Menjelang wafatnya, Ali bin Abi Thalib pernah berpesan kepada dua putranya, yaitu Hasan dan Husain, “Aku telah mendengar sabda datuk kalian berdua (yaitu Rasulullah saw.) bahwa memperbaiki hubungan antara sesama sanak kerabat lebih utama daripada kebanyakan shalat dan puasa.”

Hal ini senada dengan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra. bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

“Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya, maka berbaktilah kepada kedua orangtuanya dan jalinlah hubungan dengan kerabatnya (silaturahim).” (HR Ahmad, No. 3:229)

Ucapan Terima Kasih

Orangtua yang baik bukan hanya mengajari anaknya agar senang memberi. Tetapi juga, mengajari mereka agar mudah mengucapkan terima kasih saat diberi. Inilah adab seorang Muslim saat dia mendapatkan nikmat dari Allah lewat perantaraan sesamanya.

Bukankah Rasulullah saw. pernah menasihatkan:

“Siapa tidak pandai mensyukuri yang sedikit, niscaya dia tidak akan pandai mensyukuri yang banyak. Siapa tidak berterima kasih (bersyukur) kepada manusia, niscaya dia tidak akan bersyukur kepada Allah.” (HR Ahmad, Ath-Thabrani, dan Al-Bazzar, Majma’ Az-Zawâid, 5:287)

 

Ilmu Berumah Tangga yang Tidak Tertulis di Buku

Boleh jadi, kita tahu ilmu psikologi, paham teori parenting, hapal teori pengasuhan, menguasai pula teknik-teknik berumahtangga. Namun ingat, berumahtangga bukan sekadar teori. Berumahtangga dengan segala pernak pernik dan turunannya penuh dengan praktik.

Maka, ada beragam ilmu berumahtangga yang tidak tertulis di buku mana pun. Ada ilmu yang dipelajari hanya melalui kesetiaan, hanya melalui kesulitan ekonomi, sakit dan pengorbanan. Ada pula ilmu yang dipelajari hanya melalui kesabaran mengurus anak, mengatur keuangan, menghadapi mertua, dan aneka kesulitan lain.

Berumahtangga, dengan demikian, adalah sekolah sepanjang usia yang tak ada ijasahnya. Adapun indikator kelulusannya hadir dalam wujud sakinah, mawaddah, rahmah dan anak keturunan yang saleh dan salehah.

Maka, di sinilah pentingnya keluarga muda belajar dari orangtua atau orang yang lebih senior. Karena mereka memiliki apa yang tidak kita miliki, yaitu pengalaman. Sesungguhnya, pengalaman (enak atau tidak enak, baik atau buruk) termasuk ilmu berharga yang tidak diajarkan di bangku sekolah atau kuliah.

Damaikanlah Pasangan yang Berselisih

Beruntunglah orang yang menjadi jalan berdamainya suami istri yang bertengkar, dua saudara yang berseteru, atau dua keluarga yang bermusuhan. Bagaimana tidak, dia akan mendapatkan sebaik-baik pahala dari Allah Ta’ala.

“Maukah aku tunjukan kepada kalian satu amal yang derajatnya lebih utama daripada puasa, shalat dan sedekah?” tanya Rasululah saw. “Tentu saja!” jawab sahabat.

Maka, beliau pun bersabda, “(Yaitu) mendamaikan dua pihak yang bersengketa. Karena sesungguhnya, rusaknya hubungan di antara kedua pihak yang berseteru itu adalah ‘pencukur’ umat.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)