Tanda Sayang Anak kepada Mendiang Ayah Ibunya

Boleh saja, ayah kita sudah wafat, ibu kita sudah meninggal, sehingga kita tidak lagi bisa melihat keduanya, mencium tangannya atau sekadar berkirim makanan kesukaannya.

Namun, yang namanya berbakti pada keduanya (birrul walidain) tidak otomatis hilang dari daftar kewajiban seorang anak. Masih banyak yang bisa kita lakukan untuk memuliakannya selain dengan doa. Salah satunya adalah menyambung silaturahim dengan orang yang dekat atau disayangi orangtua.

Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang ingin menyambung hubungan dengan bapaknya di alam kuburnya, hendaknya dia menyambung hubungan dengan saudara-saudara sang bapak sepeninggalnya.” (HR Abu Ya’la dan Ibnu Hibban, As-Silsilah Ash-Shahihah, 3:417)

Berkahi Rumah Kita Bacaan Al-Quran

Semua ayat Al-Quran baik adanya, berpahala membacanya, dan istimewa kedudukannya. Namun demikian, pada waktu-waktu tertentu ada ayat atau surat yang lebih utama untuk dibaca dibandingkan ayat atau surat lainnya.

Pada waktu malam misalnya, ada dua surat yang layak untuk kita dawamkan untuk membacanya. Mengapa? Karena, dengan membacanya, Allah Azza wa Jalla hadirkan penjagaan dan kebaikan bagi para pembacanya.

Kedua surat tersebut adalah As-Sajdah dan Al-Mulk. Sesungguhnya, Nabi saw. tidak akan tidur sebelum membaca keduanya.

“Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidak akan tidur sehingga beliau membaca Alif Lâm Mîm. Tanzil (As-Sajdah) dan Tabâraka (Al-Mulk).” (HR At-Tirmidzi)

Untuk Apa Anak Belajar ?

Memotivasi anak agar giat belajar, senang kepada ilmu, suka dengan pengetahuan baru, termasuk giat dalam melahap buku termasuk hal yang wajib dihadirkan orangtua di tengah keluarganya.

Namun, ada satu yang tidak boleh dilupakan: orangtua harus memastikan kalau semua yang dilakukan anak dalam proses belajarnya harus ditujukan untuk menggapai ridha Allah: bukan mengejar dunia: harta benda, popularitas dan sejenisnya. Sesungguhnya, beda niat akan membedakan hasil. Ilmu yang dipelajari bukan karena Allah hanya akan melahirkan kekecewaan dan kesia-siaan.

Maka, dalam kitab Ayyuhal Walad, Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali menasihatkan:

“Wahai anakku, berapa malam engkau berjaga guna mengulang-ulang ilmu, membaca buku, dan engkau haramkan tidur atas dirimu. Aku tidak tahu, apa yang menjadi pendorongmu.

Jika yang menjadi pendorongmu adalah kehendak mencari materi dan kesenangan dunia atau mengejar pangkat atau mencari kelebihan atas kawan semata, maka malanglah engkau.

Namun, jika yang mendorongmu adalah keinginan untuk menghidupkan syariat Rasulullah saw. dan menyucikan budi pekertimu serta menundukkan nafsu yang tiada henti mengajak kepada kejahatan, betapa mujurnya engkau.

Benar sekali kata seorang penyair, ‘Biar pun kantuk menyiksa mata, akan percuma jika tidak karena Allah semata’.”

Berkhidmat di Rumah Allah

Menjaga kebersihan rumah itu bagus. Namun, ada yang lebih bagus, yaitu menjaga kebersihan rumah Allah (masjid). Jangan sampai kita begitu teliti, telaten dan serius dalam menjaga kebersihan rumah tempat tinggal, sedangkan rumah Allah tidak kita perhatikan.

Maka, kalau memungkinkan, anak-anak kita untuk membersihkan masjid, setidaknya seimggu sekali, walau sekadar memunguti sampah atau dedaunan yang berserakan di halaman.

Selian berpahala, kegiatan membersihkan masjid, menjadi media pendidikan dan pembelajaran yang sangat efektif untuk menumbuhkan rasa cinta anak-anak kita kepada masjid.

Andaipun tidak memungkinkan, sisihkanlah sebagai dari harta kita untuk membeli alat-alat kebersihan masjid atau mengupah orang untuk membersihkan masjid.

Siapa menunaikannya, sungguh dia telah menjaga salah satu sunnah Rasulullah saw. yaitu menjaga dan memelihara kebersihan rumah-Nya.

Dari ‘Aisyah ra. bahwa dia berkata, “Rasulullah saw. memerintahkan untuk membangun masjid di perkampungan, lalu membersihkan dan memberinya wewangian.” (HR Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Menikah Adalah Fitrah Manusia

Menikah adalah fitrah manusia. Apabila telah datang masanya, seorang wanita dan laki-laki harus bersatu dalam mahligai rumahtangga. Pengabaian akan hal ini, bukan hanya akan menimbulkan banyak masalah, baik secara individu maupun sosial, tetapi juga menghadirkan konsekuensi dosa.

Maka, tidak ada obat yang paling mujarab bagi dua orang anak manusia yang tengah dilanda asmara, kecuali menikah.

Rasulullah saw. bersabda, “Wahai para pemuda, siapa yang mampu menikah hendaklah menikah. Sesungguhnya pernikahan itu lebih dapat meredam gejolak mata dan nafsu seksual …” (HR Al-Bukhari)

Itulah mengapa, kedua belah pihak, baik laki-laki ataupun wanita, wajib untuk mengikhtiarkannya. Demikian pula orangtua wajib mempermudah dan memfasilitasi anak-anaknya yang ingin menikah. Siapa mempersulit Allah akan hadirkan keburukan untuknya.

Ada Kekufuran dalam Hubungan Suami Istri

Istri bagikan ladang bagi suami. Keduanya boleh melakukan hubungan kecuali saat istrinya sedang haidh. Para ulama sepakat akan keharamannya . Bahkan, sementara ulama menghukminya sebagai dosa besar.

Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang menyetubuhi wanita haidh atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR At-Tirmidzi, No. 135 dan Ibnu Majah, No. 639)

Ada banyak hikmah dari pengharaman dari hal ini. Satu di antaranya adalah menjaga kesehatan kedua belah pihak, terkhusus istri.

Ketika seorang wanita tengah haid, terjadi peluruhan dinding rahim sehingga mengakibatkan rahim terluka. Pada saat bersamaan, terjadi pembengkakan pada leher rahim dan sel-sel darah menjadi terbuka. Kondisi ini membuat bakteri yang ada di permukaan penis akan mudah menginfeksi.

Pada tahap selanjutnya, infeksi akan terus menjalar ke saluran rahim sehingga akan menutupnya dan mempengaruhi rambut (cilia) yang berfungsi untuk mendoorng ovum menuju rahim. Dan, infeksi ini dapat mengakibatkan kemandulan atau kehamilan di luar rahim. (Adnan Tarsyah, Serba Serbi Wanita)

Berhubungan Badan Tapi Tidak Sampai Orgasme, Apakah Wajib Mandi ?

Hadats, dalam istilah fikih, adalah suatu keadaan tubuh yang dinilai oleh syariat tidak sah melakukan shalat atau ibadah semacamnya. Hadats sendiri ada dua macam, tergantung yang diwajibkan oleh hadats tersebut.

Jika suatu hadats hanya mewajibkan wudhu agar shalatnya sah, hadats tersebut dinilai sebagai hatas kecil. Adapun bila suatu hadats mewajibkan seseorang untuk mandi, hadats tersbeut dinilai sebagai hadats besar.

Apa saja hadats besar yang mewajibkan kita untuk mandi? Salah satu di antaranya adalah melakukan hubungan suami istri walau tidak sampai orgasme atau keluar mani.

Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw. tentang seseorang yang menyetubuhi istrinya akan tetapi tidak sampai keluar mani (orgasme). Apakah keduanya wajib mandi? Pada saat itu, Aisyah sedang duduk di samping Nabi saw.

Maka, beliau bersabda, “Aku sendiri pernah bersetubuh dengan wanita ini (yang dimaksud adalah Aisyah) namun tidak keluar mani, kemudian kami pun mandi.” (HR Muslim, No. 350)