Sikap Pertengahan dalam Amalan

Siapapun kita, tidak ada jaminan kalau amal saleh kita diterima di sisi Allah Azza wa Jalla. Pada saat bersamaan, tidak ada jaminan kalau tumpukan dosa kita akan diampuni Zat Yang Mahakuasa.

‘Aun bin Abdullah rahimahullah, (dalam At-Taubah Li Ibni Abi Ad-Dunya), menasihatkan:

“Janganlah engkau yakin dengan banyaknya amalanmu. Sesungguhnya, engkau tidak tahu apakah amalanmu diterima atau tidak. Dan, jangan pula engkau merasa aman dari dosa-dosamu. Sesungguhnya, engkau tidak tahu apakah dosamu diampuni atau tidak.”

Maka, senantiasa bersungguh-sungguh dalam menunaikan amal kebaikan, sambil terus meminta agar Alah berkenan menerima amal ibadah kita, kemudian bersungguh-sungguh dalam menjaga diri dari maksiat, sambil terus memohon ampun kepada-Nya, adalah sebaik-baik jalan yang ditempuh dalam dua ketidakpastian tersebut.

Ingin Membersamai Rasullulloh SAW di Surga ? Inilah Jalan yang Bisa Kita Tempuh

Dalam sebuah kesempatan, Rasulullah saw. memberikan nasihat kepada Anas bin Malik ra. adalah agar dia selalu membersihkan kotoran jiwanya siang dan malam.

“Wahai anakku, jika engkau mampu untuk melalui pagi dan sore hari tanpa ada keinginan untuk merugikan orang lain di hatimu, maka lakukanlah. Wahai anakku, itu adalah sunnahku. Siapa menghidupkan sunnahku, berarti dia telah mencintaiku. Dan, siapa yang mencintaiku, dia akan bersamaku di surga.” (HR At-Tirmidzi, No. 2678)

Sesungguhnya, surga dan kebersamaan dengan Rasulullah saw. menjadi jaminan bagi orang yang bersih hatinya dari penipuan, iri, dengki dan aneka sikap tercela.

Al-Baqiyat Ash-Shalihat

Allah Ta’ala berfirman, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. (Semuanya tidak abadi dan bisa memperdaya), akan tetapi ‘al-bâqiyât ash-shâlihât’ adalah lebih baik (untuk kamu semua) di sisi Rabb-mu serta lebih baik (dan lebih dapat diandalkan) untuk menjadi harapan.” (QS Al-Kahfi, 18:46)

Apa itu al-bâqiyât ash-shâlihât?

Ibnu Katsir dan Al-Qurthubi menyatakan bahwa “al-bâqiyât ash-shâlihât” yang dimaksud adalah ungkapan “subhânallâh wal hamdulillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar”. Ada lagi yang menambahkan “wa lâ haula wa lâ quwwata illâ billâh”. Ada pula yang menafsirkannya shalat lima waktu dan amal saleh secara umum.

Tafsiran ini menunjukkan betapa agungnya kalimah tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir. Maka, pantas apabila Rasulullah saw. sampai bersabda:

“Sungguh, apabila aku membaca ‘subhânallâh wal hamdulillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar’ itu lebih aku sukai daripada apa yang tersinari oleh matahari terbit.” (HR Muslim)

Hati-hati Saat Kita Mulai Alergi dengan Nasihat

Sebal mendengar nasihat? Bosan menyimak tausiyah? Dingin saat mendengar lantunan Al-Quran. Atau, marah saat dikoreksi? Ah, jangan-jangan hati kita tengah sakit lagi bermasalah.

Ada satu nasihat dari Malik bin Dinar rahimahullâh, seorang ulama besar dari kalangan tabiin, “Sesungguhnya, apabila badan sakit, niscaya makan, minum, tidur dan istirahat tidak lagi terasa nikmat baginya. Demikian pula dengan hati, manakala dia sakit (didominasi kecintaan pada dunia), niscaya aneka nasihat (kebaikan) tidak lagi berguna baginya.”

(Al-Hafizh Ibnul Jauzi, Shifatush Shafwah, 3:278-9)

Amalan Penambah Pahala Sekaligus Pengikis Dosa

Kalau merasa sedikit amal, minimalkanlah berbuat dosa. Adapun istighfar adalah solusi cerdas atas keduanya. Dengan memperbanyak istighfar, kita bisa menambah pundi-pundi pahala sekaligus mengikis timbunan dosa.

Dalam Majmu’ Al-Fatawa (11:698), Ibnu Taimiyah berkata: “Istighfar adalah kebaikan yang sangat besar lagi luas pintunya. Maka, siapa yang merasa kurang dalam ucapannya atau amalnya atau rezekinya atau terbolak-balik hatinya, hendaklah dia (memperbanyak) istighfar.” (Majmu’ Al-Fatawa, 11:698)

Diamnya Ahli Ibadah atas Kemungkaran akan Mempercepat Datangnya Azab

Seorang Muslim tidak cukup sekadar saleh sendirian. Dia pun dituntut untuk beramar ma’ruf nahi munkar. Mengajak orang pada kebaikan dan melarang orang dari melakukan kemasiatan sesuai kapasitas diri untuk melakukannya.

Imam Ahmad menyebutkan sebuah riwayat bahwa Allah Azza wa Jalla memerintahkan salah satu malaikat untuk menghancurkan sebuah desa. Malaikat ini lalu bertanya, “Tuhanku, bagaimana itu bisa terjadi sementara di antara mereka ada si Fulan yang ahli ibadah?”

Allah Ta’ala berfirman, “Lakukanlah! Sesungguhnya, sehari pun air mukanya tidak pernah berubah (karena marah terhadap kemaksiatan kaumnya) demi Aku.”

Makan dan Minumlah Agar Kuat Berdzikir

Rasulullah saw. bersabda, “Hari Tasyrik merupakan hari-hari makan, minum, dan banyak berzikir kepada Allah.” (HR Muslim, Ahmad, Adu Dawud, dan lainnya)

Adakah kaitan antara makan dan minum dengan zikrullah? Dalam hadits yang mulia ini tersirat sebuah pesan bahwa makan dan minum pada rangkaian hari raya ini selayaknya digunakan untuk membantu diri agar dapat optimal dalam berzikir dan taat kepada Allah Ta’ala.

Karunia makanan dan minuman adalah bagian dari nikmat. Seorang Mukmin layak untuk mensyukuri nikmat tersebut, yaitu dengan menggunakannya untuk menunaikan aneka ketaatan kepada Allah sesuai dengan apa yang dia perintahkan. Demikian penjelasan Imam Ibnu Rajab dalam Latha’iful Ma’arif.