Jangan Lupakan Tiga Puluh Ayat Ini Sebelum Tidurmu

Setiap surat dalam Al-Quran memiliki keistimewaannya tersendiri. Demikian pula dengan surat Al-Mulk. Dia termasuk surat yang sering dibaca oleh Nabi saw. Dalam kitab Kanzul ‘Ummâl, disebutkan sebuah hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari bahwa Nabi saw. membacanya saat mengimami shalat Subuh.

Beliau pun mendawamkan diri untuk membacanya saat menjelang tidur malam. Sesungguhnya, Nabi saw. tidak tidur pada malam hari, kecuali beliau membaca surah Al-Mulk (HR At-Tirmidzi, Ahmad dan An-Nasa’i dari Jabir ra.)

Abdullah Mas’ud ra. pun berkata, “Siapa membaca tabârakalladzî biyadihil mulku (surah Al-Mulk) setiap malam, niscaya Allah akan menghalanginya dari siksa kubur. Kami pada masa Rasulullah saw. menamakan surat tersebut Al-Mâni’ah (benteng penghalang; kata al-mâni’ah sendiri merupakan isim fâ’il dari kata mana’a yamna’u yang berarti menghalangi). Dia adalah salah satu surat di dalam Kitabullâh. Siapa membacanya setiap malam, niscaya dia telah memperbanyak dan telah berbuat kebaikan.” (HR Al-Hakim dan An-Nasa’i)

Hadirkan Syafaat Melalui Shalat

Jagalah shalat yang lima waktu. Lalu, sempurnakan dia dengan menjaga shalat-shalat sunnat yang biasa ditunaikan oleh Rasulullah saw. Sesungguhnya kelak, shalat-shalat itu akan memberi syafaat bagi orang-orang yang menjaganya.

Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang hamba menjaga shalatnya, menyempurnakan wudhunya, rukuknya, sujudnya, dan bacaannya, maka shalat itu akan berkata, ‘Semoga Allah menjagamu seperti engkau menjagaku’, (lalu) dia naik dengannya ke langit dan cahayanya sampai kepada Allah dan shalat (pun) memberi syafaat kepadanya.” (HR Ath-Thabrani)

Jangan sampai kita menyepelekan dan menyia-nyiakan shalat sehingga kelak Allah akan menyelepelekan dan menyia-nyiakan (tidak menolong kita) di akhirat. Dan, inilah seburuk-buruk keadaan bagi seorang manusia.

Amal dalam Kesendirian sebagai Indikator Keimanan

Jangan sepelekan keadaan saat sepi sendiri. Apa yang dilakukan saat itu bisa menjadi indikator baik tidaknya keimanan seorang hamba. Apakah bisikan malaikat yang dominan di dalam hatinya ataukah bisikan setan yang kuat berakar dalam qalbunya.

Jika setan yang lebih dominan, dia akan menjadikan kesendiriannya sebagai ajang bermaksiat kepadanya.

Maka, ada satu nasihat dari Samurah bin Jundub ra. Dia berkata, “Siapa ingin mengetahui posisi (pengaruh) setan pada dirinya, hendaknya dia memperhatikan amal-amal yang dia lakukan saat sendirian.” (Az-Zuhd Li Ibnil Mubarak)

Istigfar dan Keberuntungan dalam Hidup

Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh beruntung orang yang mendapati pada catatan amalnya istighfar yang banyak.” (HR Ibnu Majah, No. 3818)

Artinya, selain dapat menghapus dan menutupi akibat buruk dari dosa, istighfar pun dapat mendatangkan aneka keberuntungan dalam hidup.

Sesungguhnya, Allah Ta’ala telah berjanji, “Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang beriman, agar kamu beruntung” … (QS An-Nûr, 24:31)

Bagaimana tidak beruntung, dengan memperbanyak istighfar, Allah Ta’ala akan bukakan aneka kebaikan bagi ahli istighfar. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.

“Siapa melazimkan istighfar, niscaya Allah Ta’ala akan (1) menjadikan baginya jalan keluar atas segala kesusahannya, (2) kelapangan atas segala kesempitannya, dan (3) dia akan dikaruniai rezeki dari jalan yang tiada disangka-sangka olehnya.” (HR Abu Dawud, No. 1520 dan Ibnu Majah, No. 3951)

Dahsyatnya Kalimat Tahlil dan Istigfar

“Perbanyaklah mengucapkan lâ ilâha illâllâh dan istighfar,” sabda Rasulullah saw. suatu ketika, “sebab setan mengaku, ‘Aku celakakan manusia dengan dosa-sosa, tetapi mereka binasakan aku dengan lâ ilâha illâllâh dan istighfar. Kalau begitu, aku akan membuat mereka binasa dengan hawa nafsu sampai mereka mengira telah memperoleh hidayah dan tidak beristighfar lagi.” (HR Abu Musa dari Abu Bakar Shiddiq)

Rasulullah saw. pun menceritakan bahwa Iblis pernah bersumpah di hadapan Allah Ta’ala, “Demi kemuliaan dan keagungan-Mu, aku akan terus menerus menyesatkan anak cucu Adam selama jiwa dikandung badan.” Allah Ta’ala pun menjawab, “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku tidak akan berhenti mengampuni mereka selama mereka memohon kepada-Ku.” (HR Ahmad dan Al-Hakim dari Abu Sa’id)

Ihya Ali Ubaid, Tsawâb Al-‘A’mâl (Terjemah: Ensiklopedia Pahala)

Hadirnya Hati ketika Shalat

Perumpamaan orang yang menunaikan shalat tanpa kehadiran hati adalah seperti orang yang menghadiahkan 100 kotak kosong kepada raja. Tentu saja, orang itu pantas dihukum. Sementara, orang yang menunaikan shalat dengan kehadiran hati, dia bagaikan orang yang menghadiahkan permata seharga 1000 dinar kepada raja. Tentu saja, sang raja akan selalu mengingatnya.

Apabila engkau masuk ke dalam shalat, sesungguhnya dirimu tengah bermunajat kepada Allah Azza wa Jalla dan berbicara kepada Rasulullah saw. Bukankah kala itu engkau mengucapkan, “Assalâmualaika ayyuhan-Nabî wa rahmatullâhi wa barakâtuh (salam sejahtera beserta rahmat dan berkah Allah semoga dicurahkan kepadamu wahai Nabi)?”

Ketahuilah, bagi orang Arab, ucapan ayyuhal-rajulu (wahai fulan) hanya ditujukan kepada orang yang hadir bersamanya.

Maka, sungguh shalatnya orang yang disertai kehadiran hati akan berbeda dengan orang yang shalat dengan hati yang lalai. Allah tidak akan menerima doa orang yang hatinya lalai. Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak mengabulkan doa yang bersumber dari hati yang lalai dan lupa (kepada-Nya).” (HR At-Tirmidzi)

Tajul ‘Arûs: Rujukan Utama Mendidik Jiwa, Ibnu Athaillah.

Berapa Jumlah Ayat dalam Al-Quran ? Apakah 6.323 atau 6.616 Ayat ?

Berapa jumlah ayat dalam Al-Quran? Apakah 6.323 atau 6.616 Ayat?

Ada perbedaan di kalangan ulama terkait jumlah ayat dalam Al-Quran. Menurut perhitungan ulama Kufah, seperti Abu Abdurrahman As-Salmi, Al-Quran terdiri atas 6.236 ayat. Adapun menurut Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Quran terdiri atas 6.000 ayat lebih. Al-Alusi menyebutkan bahwa jumlah ayat Al-Quran adalah 6.616 ayat.

Mengapa perhitungannya bisa berbeda? Sesungguhnya, perbedaan dalam menentukan jumlah ayat disebabkan karena perbedaan pandangan tentang kalimat basmallâh pada awal surah dan fawatih as-suwar atau kata-kata pembuka surah, seperti Yâsîn, Alif Lâm Mîm, dan Hâ Mîm. Ada yang menggolongkan kata-kata pembuka tersebut sebagai sebuah ayat dan ada pula yang tidak.

Dengan demikian, perbedaan dalam menentukan jumlah ayat Al-Quran bukan karena perbedaan banyaknya isi Al-Quran melainkan karena adanya perbedaan cara atau metode dalam menghitung. Jadi, semuanya bisa benar