Perlama Rukuk dan Sujud Lalu, Rasakan Efeknya!

Sahabat TASQ,

Setiap saat kita melakukan dosa dan aneka maksiat, entah disadari atau tidak, namun setiap saat pula Allah Azza wa Jalla membukakan pintu-pintu pengampunan bagi segenap hamba-Nya. Bahkan, ada saat-saat istimewa sepanjang 24 jam yang bisa kita optimalkan untuk mengikis timbunan dosa yang memberatkan punggung dan menyesakkan dada.

Kapankah itu? Ketika ruku dan sujud!

Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh, jika seorang hamba berdiri untuk shalat, semua dosanya didatangkan dan diletakkan di atas pundaknya. Maka, setiap kali dia ruku dan sujud, dosa-dosa itu pun pada berjatuhan.” (Silsilah Ash-Shahihah, No. 1398)

Susah Taat Gampang Maksiat

Sahabat TASQ,

Ada orang yang susah sekali diajak taat, akan tetapi sangat mudah diajak maksiat. Untuk ibadah dia sangat lemah. Namun, untuk hal sia-sia atau perbuatan dosa dia sangat kuat dan bersemangat.

Boleh jadi, semua berawal dari tidak terbiasanya dia berzikir kepada Allah, termasuk saat mengawali sebuah aktivitas, sehingga tidak ada benteng antara dia dengan setan.

Pada akhirnya, setan senantiasa membersamainya: saat makan dia ikut makan. Saat minum dia ikut minum. Dia pun menjadi kuat daya cengkeramnya sehingga bisa dengan mudah menguasai orang tersebut. Ketika sudah menguasainya, setan akan dengan mudah mengarahkannya sesuai kehendak dia.

Ibnu Abid Dunya menyampaikan sebuah kisah dari salah seorang ulama salaf. Dia mengatakan:

“Setan gemuk bertemu dengan setan kurus, lalu dia bertanya, ‘Mengapa engkau terlihat begitu kurus?’

Setan kurus ini menjawab, ‘Aku menyertai seorang laki-laki yang selalu menyebut nama Allah ketika hendak makan sehingga aku tidak bisa makan bersamanya. Dia juga menyebut nama Allah ketika hendak minum sehingga aku tidak bisa minum bersamanya. Ketika masuk rumah, dia pun menyebut nama Allah sehingga aku hanya bisa bermalam di luar rumah.’

Setan gemuk berkata, ‘Adapun diriku, aku menyertai seorang laki-laki yang tidak pernah menyebut nama Allah ketika hendak makan sehingga aku bisa makan bersamanya. Apabila dia minum, dia pun tidak menyebut nama Allah sehingga aku bisa minum bersamanya.

Dia tidak menyebut nama Allah saat masuk ke rumahnya sehingga aku bisa masuk bersamanya. Apabila dia menyetubuhi istrinya, dia tidak menyebut nama Allah sehingga aku pun bisa ikut menyetubuhinya’.” (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, ‘Uddatush Shâbirîn)

Kebenaran yang Tak Layak di Ungkapkan

Tidak semua yang kita tahu harus diucapkan dan diinformasikan kepada orang lain. Ada hal-hal yang harus kita simpan dalam diri walaupun itu benar adanya. Kecuali, ada kondisi yang mengharuskan kita untuk mengungkapkannya.

Satu di antaranya adalah kebaikan, kelebihan, dan amal-amal diri. Sebisa mungkin jangan diumbar karena bisa menjatuhkan kita pada ujub, riya dan takabur. Orang lain pun biasanya tidak suka kepada orang yang membicarakan kebaikan dirinya.

Maka, ada satu nasihat dari Ali bin Abi Thalib ra. “Sesuatu yang tidak baik diungkapkan walaupun benar: memuji diri sendiri.”

Tiga Nasihat Rasulullah saw. Bagi yang Hendak Tidur

Bagi orang beriman, ada banyak jalan kebaikan. Ada banyak peluang pahala dan keberkahan yang bisa didapatkan. Salah satunya, dan ini kerap dilupakan banyak orang, adalah menjalankan adab-adab tidur sebagaimana yang dicontohkan dan diwasiatkan oleh Rasulullah saw.

Salah satunya adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Barra bin Azib ra. Dia mengatakan bahwa Rasulullah saw. memberinya nasihat agar (1) berwudhu sebelum tidur seperti wudhu ketika akan shalat, (2) lalu tidur dengan cara berbaring di atas tubuh bagian kanan, dan (2) menutupnya dengan doa. (HR Al-Bukhari, No. 247 dan Muslim, No. 2710)

Siapa bisa menunaikannya dengan istiqamah, tidak hanya pahala yang akan dia dapatkan, tetapi juga penjagaan dari Allah, doa-doa malaikat, kebugaran tubuh dan beragam kebaikan lainnya.

Jangan Sekedar Menghitung Hari, Tapi Hitunglah Diri!]

Ada banyak hal yang harus kita perhitungkan dalam hidup. Namun, dari sekian banyak hal penting tersebut, tiada yang paling penting selain menghitung diri terkait persiapan kita menghadapi hari-hari panjang tak berujung (kehidupan setelah kematian, yaitu kehidupan di akhirat).

Sudah seberapa banyak bekal yang kita kumpulkan? Sudah seberapa banyak tumpukan dosa yang kita tanggalkan dan kita bersihkan? Sudah berapa banyak amal saleh yang kita lakukan?

Sesungguhnya, Allah Ta’ala berfirman, “Dan setiap manusia telah kami kalungkan (catatan) amal perbuatan di lehernya. Dan, pada hari Kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka. ‘Bacalah kitab (cacatan amal)-mu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu’.” (QS Al-Isrâ, 17:13-14)

Terkait ayat ini, Al-Imam Hasan Al-Bashri berujar, “Wahai anak manusia, sungguh telah berbuat adil, siapa saja yang menjadikan dirinya sebagai penghitung (penghisab) atas amal perbuatannya sendiri.” (Ibnu Al-Jauzi, Adab Al-Syaikh Al-Hasan Al-Bashri)

Beginilah Cara Rasulullah saw. Memuliakan Sahabatnya

Orang akan mendapatkan apa yang dia berikan. Siapa banyak menebar kebaikan, kebaikan pula yang akan dia dapatkan. Siapa rela berkorban untuk kebaikan saudaranya, saudaranya pun akan rela berkorban untuk dirinya.

Dan, tiada yang paling baik, paling sayang, paling perhatian, lagi paling rela berkorban untuk para sahabatnya selain Rasulullah saw. Maka, amat pantas apabila tidak ada orang yang paling dicintai lagi paling dihormati selain beliau.

Kita ambil sedikit contoh tentang besarnya adab dan perhatian Rasulullah saw. kepada mereka. Dalam banyak kesempatan, beliau kerap mengundang sahabat untuk datang ke rumah. Atau, kalau tidak, beliaulah yang berkunjung ke rumah mereka.

Jika diundang, beliau pasti datang. Jika ada sahabat yang tidak hadir di majelisnya, beliau akan menanyakan kabarnya kepada yang hadir. Jika ada di antara sahabatnya sakit atau meninggal, beliau pun pasti akan menjenguk.

Suatu ketika, beliau datang ke rumah Abu Salamah yang baru saja wafat. Karena matanya tetap terbuka, beliau lalu memejamkannya. “Ke mana ruh dicabut, ke sanalah pandangan mengikuti,” demikian sabda beliau.

Kala itu, keluarga Abu Salamah kalut dan bersedih hati. Paham akan hal tersebut, Nabi saw. pun memberitahu sekaligus membimbing mereka dengan bersabda, “Jangan mengatakan selain yang baik-baik, sesungguhnya malaikat mengamini apapun yang kalian ucapkan.”

Beliau kemudian mendoakan kebaikan bagi Abu Salamah dengan sebaik-baik doa (HR Muslim, No. 920)

Jangan Biarkan Malaikat Berhenti Mendoakan Kita!

Sahabat TASQ,

Tinggi rendahnya derajat seorang hamba di akhirat tergantung dari kesungguhan dan kerja kerasnya dia dalam beramal selama di dunia. Semakin baik dan banyak amalnya, semakin tinggi pula derajatnya.

Maka, tidak sama derajat orang yang berleha-leha dengan orang yang berpayah-payah dalam menggapai ridha Allah. Tidak akan sama derajat orang Mukmin dengan munafik atau orang kafir (QS Al-Jâtsiyah, 45:21).

Muhammad bin An-Nadhar berkata, “Tiada seorang pun yang beramal di dunia ini kecuali tersedia baginya (para malaikat) yang senantiasa memohonkan kenaikan derajat bagi orang tersebut di akhirat. Jika dia berhenti (beramal), mereka (para malaikat) pun berhenti berdoa.

Sehingga, ketika ditanya, “Mengapa engkau tidak bekerja?” Mereka menjawab, “Karena sahabat kami pun telah berhenti beramal.” (HR Al-Baihaqi, Syu’abul Iman, 1/513)