Ringankan Beban Dosa dengan Berbuat Baik kepada Orang Tua

Ridha Allah ada pada keridhaan orangtua. Maka, manakala seseorang pernah melakukan dosa besar, berbakti kepada orangtua bisa menjadi jalan datangnya ampunan Allah Azza wa Jalla atas dosa-dosa tersebut.

Ibnu Umar ra. meriwayatkan bahwa ada seseorang menghadap Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah melakukan dosa besar. Apakah ada tobat untukku?”

Rasulullah saw. bertanya, “Apakah engkau masih memiliki ibu?” Dia menjawab, “Tidak!”

Beliau bertanya kembali, “Apakah engkau masih memiliki bibi?” Dia menjawab, “Iya.” Beliau pun bersabda, “Berbaktilah kepadanya.” (HR At-Tirmidzi)

Hatam Al-Qur’an dalam 10 Hari, Mengapa Tidak?

Dalam satu tahun ada waktu-waktu di mana amal ibadah yang kita lakukan bernilai spesial di hadapan Allah. Di antara waktu utama tersebut adalah sepuluh hari pertama di bulan Zulhijjah. Simaklah apa yang dijanjikan Rasulullah saw.

“Tidak ada hari di mana amal saleh pada hari itu lebih dicintai Allah ‘Azza wa Jalla daripada hari-hari ini, yaitu sepuluh hari (pertama bulan Zulhijjah).”

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga jihad fî sabilillâh (yang merupakan seutama-utama ibadah)?”

Beliau menjawab, “Tidak juga jihad fî sabilillâh, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa raga dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan membawa apapun (mati syahid atau semua hartanya habis).” (HR At-Tirmidzi, Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Beratnya Tugas Seorang Ayah

Kasihanilah para ayah. Di pundaknya ada beban berat terkait keluarganya: istri dan anak-anaknya. Tugas dia bukan sekadar mencari nafkah yang halal. Ada tugas berat lain yang menanti: memastikan istrinya, anaknya dan dirinya selamat di dunia dan bahagia di akhirat.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …” (QS At-Tahrîm, 66:6)

Rasulullah saw. pun bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang laki-laki (pun) adalah pemimpin atas keluarganya dan dia akan dimintai pertanggung-jawabannya … ” (HR Al-Bukhari)

Jadikan Anakmu Hanya Takut Kepada Allah

Rasulullah saw. berwasiat kepada para orangtua, "Jadikanlah anak-anakmu hanya takut kepada Allah semata." (HR Ath-Thabrani)
Di sini, kita dapat belajar kepada para sahabat tentang bagaimana mereka mendidik anak-anaknya agar hanya takut kepada Allah, bukan kepada manusia.
Dalam Tadzkiratul âbâ' wa Tasliyatul Abnâ' dinukilkan sebuah kisah. Satu ketika, Amirul Mukminin Umar bin Khathab melewati jalanan kota Madinah. Saat itu, ada sekelompok anak tengah bermain. Saat melihat Umar, mereka pun lari berhamburan. Hanya satu anak saja yang tidak lari. Umar pun merasa heran, lalu bertanya mengapa dia tidak ikut lari.
Si anak menjawab, "Aku tidak melakukan kesalahan apapun sehingga aku tidak harus melarikan diri darimu. Jalan ini pun tidak terlalu sempit sampai aku harus (beranjak untuk) memberimu jalan."
Usut punya usut anak pemberani ini adalah Abdullah bin Zubair, putra dari sahabat senior Zubair bin Al-Awwam dan Asma bin Abu Bakar.

Saat Orang Tua Diperbolehkan Mengambil Kempali Apa yang Telah Dia Berikan Kepada Anaknya

Ada banyak hal yang tidak halal dilakukan oleh seorang Muslim. Satu di antaranya adalah meminta atau mengambil kembali apa yang sudah diberikannya kepada orang lain. "Pemisalan orang yang memberikan sesuatu kemudian memintanya kembali, itu sama seperti seekor anjing yang makan. Setelah kenyang dia memuntahkan makanannya kemudian memakan muntahannya kembali." (HR At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, dan lainnya)
Namun, hal ini tidak berlaku bagi para orangtua. Karena keutamaan dan kedudukannya di hadapan sang anak, dia diperbolehkan untuk meminta atau mengambil kembali apa yang sudah diberikannya kepada anak. Nabi saw. bersabda, "Tidak halal bagi seseorang yang memberikan pemberian kemudian dia memintanya kembali, kecuali pemberian orangtua kepada anaknya." (HR At-Tirmidzi dari Ibnu Umar)

Bermain Bersama Anak, itu Termasuk Sunnah Rasulullah SAW

Teramat penting bagi orangtua untuk meluangkan waktu bermain bersama anak. Sesungguhnya, ada banyak kebaikan yang Allah simpan di dalamnya: terpenuhi hak-hak psikologis anak, melekatkan hubungan, membantu anak melepaskan emosinya, termasuk mengungkapkan aneka masalah yang dipendamnya, dan lainnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Abu Sufyan bin Harb. Dia berkata, "Aku masuk menemui Mu'awiyah yang saat itu tengah berbaring telentang. Di atas dadanya ada anak kecil laki-laki dan perempuan yang tengah bercanda dengannya.
Aku pun berkata, 'Turunkan anak itu, wahai Amirul Mu'minin'. Dia menjawab, 'Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: siapa memiliki anak kecil, hendaklah dia bermain dengannya'."

Sering – Seringlah Memasukan Rasa Bahagia ke dalam Hati Anak

Ada banyak hal yang dapat diberikan orangtua kepada anaknya. Namun, tidak ada yang paling spesial selain memasukkan rasa bahagia ke dalam hati mereka. Mengapa? Karena anak sangat suka akan kegembiraan. Siapa sering melakukannya, dia akan bisa merebut hati sang anak dan mempengaruhinya.
Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. kepada anak cucu beliau dan anak-anak para sahabat. Ada banyak cara yang beliau lakukan untuk membahagiakan mereka, antara lain:
(1) Menyambut kedatangan mereka, (2) mencium dan mencanai mereka, (3) mengusap kepala, (4) menggendong dan menimang, (5) memberi makanan, (6) makan bersama mereka, (7) menghiburnya di kala sedih, (8) mengajaknya bermain, (9) memberikan pujian, termasuk pula (10) mengadakan perlombaan dan memberi hadiah bagi pemenangnya.