Berbuat Baik kepada Tetangga : Amalan Istimewa yang Disebutkan dalam Al-Quran

Sahabat RSQ,

Jangan sepelekan berbuat baik kepada tetangga. Sesungguhnya, dia termasuk amalan istimewa yang disebutkan langsung dalam Al-Quran dan Al-Hadits serta sangat dijaga oleh para sahabat dan menjadi kebiasaan orang-orang saleh setelah mereka.

Dalam Al-Quran, Allah Ta’ala berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu …” (QS An-Nisâ’, 4:36)

Terkait hal ini, Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan bahwa yang dimaksud tetangga dekat adalah orang yang dekat dengan kita baik secara tempat, nasab, atau agama. Adapun yang dimaksud tetangga jauh adalah orang yang jauh tempat tinggalnya dengan kita atau orang yang tidak memiliki nasab dengan kita alias bukan keluarga.

Berbuat baik kepada tetangga termasuk pula salah satu hal yang diwasiatkan oleh Rasulullah saw. kepada umatnya. Beliau bersabda, “Jibril terus mewasiatiku perihal tetangga sehingga diriku menyangka kalau tetangga akan menjadi (bagian dari) ahli waris.” (HR Al-Bukhari)

Jangan Sepelekan Pemberian

Sahabat RSQ,

Jangan sepelekan pemberian. Walau sedikit, dia bisa melembutkan hati yang keras, mengikis kedengkian, memutus tali permusuhan dan menghapuskan dendam. Kebaikan menyambung tali silaturahim tercakup pula dalam aktivitas saling memberi.

Maka, pantaslah apabila Rasulullah saw. sampai berpesan:

“Hendaknya kalian saling memberi hadiah. Sesungguhnya pemberian hadiah itu dapat melenyapkan kedengkian.” (HR At-Tirmidzi dan Ahmad)

“Jangan kamu saling dengki dan iri dan jangan pula mengungkit keburukan orang lain. Jangan saling benci dan jangan saling bermusuhan serta jangan saling menawar lebih tinggi atas penawaran yang lain. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR Muslim)

Berharganya Testimoni Seorang Istri

Sahabat RSQ,

Baik tidaknya akhlak seorang lelaki tidak bisa dilihat dari keistiqamahannya shalat berjamaah, kemampuannya berceramah, kefasihannya dalam membicarakan sunnah, dan pujian dari jamaah pengajiannya.

Patokan terbaik untuk menentukan hal tersebut adalah testimoni jujur dari istrinya, sebagai orang yang paling dekat dengannya.

Sesungguhnya, Rasulullah saw. pernah bersabda, “… dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya.” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Ketika Shaumnya Seorang Istri Menjadi Haram

Sahabat RSQ,

Setelah menikah, seorang wanita terikat dengan suaminya. Maka, dalam banyak hal, dia tidak lagi memiliki kebebasan untuk melakukan suatu aktivitas kecuali atas izin suaminya.

Satu di antaranya adalah berpuasa sunnat. Berpuasa di jalan Allah sangat utama lagi besar pahalanya. Akan tetapi, dia bisa berdosa apabila memaksakan diri untuk berpuasa sedangkan suaminya tidak mengizinkan, karena suami ada hajat kepadanya.

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak halal bagi seorang wanita yang bersuami untuk berpuasa ketika suaminya hadir melainkan atas seizinnya. Dan, janganlah engkau mengizinkan seseorang untuk masuk ke rumahnya melainkan dengan izinnya (suami).” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Ahmad ada tambahan, “Kecuali puasa pada bulan Ramadhan.”

Hal ini mengandung konsekuensi hukum, yaitu selain haramnya berpuasa sunnat manakala suami sedang hadir dan tidak mengizinkan, suami pun diperbolehkan untuk membatalkan puasa istrinya seandainya dia berpuasa tanpa seizinnya.

Andaipun suaminya sedang sakit atau tidak sanggup melakukan hubungan badan karena suatu sebab, semisal impoten, maka hukumnya sebagaimana hukum ketika suami tengah bepergian. Artinya, sang istri boleh berpuasa sunnat tanpa harus izin kepada suami (Fiqhus Sunnah, 1:448-9)

Pemberian Terbaik

Sahabat RSQ,

Kalaulah ada senyuman terbaik, sapaan terbaik, pemberian terbaik, atau belaian terbaik, pastilah itu senyuman, sapaan, pemberian dan belaian dari suami kepada istrinya.

Mengapa? Ini adalah bagian dari sedekah terbaik dan akhlak terbaik dari orang terbaik. Rasulullah saw. bersabda, “Orang Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya.” (HR At-Tirmidzi, 3:466)

Maka, siapa yang Allah takdirkan menjadi seorang suami, janganlah dia pelit untuk memberi perhatian lebih kepada istrinya.

Dukunglah Suami untuk Berbakti kepada Uangnya

Sahabat RSQ,

Tidak mudah menjadi seorang istri idaman. Dia bukan hanya dituntut untuk berbakti sepenuh hati kepada suaminya. Namun, dia pun dituntut untuk menjadikan suaminya lebih berbakti kepada ibundanya.

Bukan sebaliknya, sebelum menikah suami dekat dengan ibunya. Namun, setelah menikah, karena bisikan sang istri, suami jadi menjauh lagi tidak lagi berbakti kepada ibundanya.

Sesungguhnya, kewajiban seorang suami terhadap ibunya tidak pernah terhapus walaupun dia telah menikah. Dia masih dituntut untuk berbuat baik kepada kedua orangtuanya, termasuk memberi nafkah manakala mereka sudah tidak sanggup lagi bekerja.

Dari Aisyah ra. bahwa dia berkata, “Aku berkata kepada Rasulullah saw. ‘Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berhak kepada seorang wanita (istri)?’ Beliau menjawab, ‘Suaminya’. Aku bertanya lagi, ‘Dan siapakah manusia yang paling berhak kepada seorang laki-laki (suami)?’ Beliau menjawab, ‘Ibunya’.” (HR An-Nasa’i, Al-Hakim, dan Al-Bazzar)

Bolehkah Membuka Hape Suami ?

Sahabat RSQ,

Seorang istri diperbolehkan untuk membuka-buka hape suami. Namun, ada syaratnya? Suami mengizinkannya! Karena, hape dengan segala konten yang ada di dalamnya termasuk ranah pribadi suami. Tidak layak bagi seorang istri untuk membuka-bukanya tanpa seizin pemiliknya.

Jangan sampai kita termasuk orang yang berburuk sangka dan senang mencari-cari kesalahan orang lain, terlebih lagi kepada pasangan sendiri. Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.” (QS Al-Hujurât, 49:12)

Rasulullah saw. pun bersabda, “Jauhilah oleh kalian prasangka, sebab perasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari aib orang lain.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Bagaimana solusinya? Di sinilah pentingnya hadir saling percaya di antara pasutri (pasangan suami istri). Buatlah pasangan nyaman dan tidak mudah berpaling. Istri harus berusaha untuk melayani suami seoptimal mungkin.

Demikian pula suami, hendaknya mampu memegang amanah dan tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Jangan lupakan pula untuk saling mengingatkan dan berwasiat dalam kebaikan.