Jadikan Anakmu Hanya Takut Kepada Allah

Rasulullah saw. berwasiat kepada para orangtua, "Jadikanlah anak-anakmu hanya takut kepada Allah semata." (HR Ath-Thabrani)
Di sini, kita dapat belajar kepada para sahabat tentang bagaimana mereka mendidik anak-anaknya agar hanya takut kepada Allah, bukan kepada manusia.
Dalam Tadzkiratul âbâ' wa Tasliyatul Abnâ' dinukilkan sebuah kisah. Satu ketika, Amirul Mukminin Umar bin Khathab melewati jalanan kota Madinah. Saat itu, ada sekelompok anak tengah bermain. Saat melihat Umar, mereka pun lari berhamburan. Hanya satu anak saja yang tidak lari. Umar pun merasa heran, lalu bertanya mengapa dia tidak ikut lari.
Si anak menjawab, "Aku tidak melakukan kesalahan apapun sehingga aku tidak harus melarikan diri darimu. Jalan ini pun tidak terlalu sempit sampai aku harus (beranjak untuk) memberimu jalan."
Usut punya usut anak pemberani ini adalah Abdullah bin Zubair, putra dari sahabat senior Zubair bin Al-Awwam dan Asma bin Abu Bakar.

Saat Orang Tua Diperbolehkan Mengambil Kempali Apa yang Telah Dia Berikan Kepada Anaknya

Ada banyak hal yang tidak halal dilakukan oleh seorang Muslim. Satu di antaranya adalah meminta atau mengambil kembali apa yang sudah diberikannya kepada orang lain. "Pemisalan orang yang memberikan sesuatu kemudian memintanya kembali, itu sama seperti seekor anjing yang makan. Setelah kenyang dia memuntahkan makanannya kemudian memakan muntahannya kembali." (HR At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, dan lainnya)
Namun, hal ini tidak berlaku bagi para orangtua. Karena keutamaan dan kedudukannya di hadapan sang anak, dia diperbolehkan untuk meminta atau mengambil kembali apa yang sudah diberikannya kepada anak. Nabi saw. bersabda, "Tidak halal bagi seseorang yang memberikan pemberian kemudian dia memintanya kembali, kecuali pemberian orangtua kepada anaknya." (HR At-Tirmidzi dari Ibnu Umar)

Bermain Bersama Anak, itu Termasuk Sunnah Rasulullah SAW

Teramat penting bagi orangtua untuk meluangkan waktu bermain bersama anak. Sesungguhnya, ada banyak kebaikan yang Allah simpan di dalamnya: terpenuhi hak-hak psikologis anak, melekatkan hubungan, membantu anak melepaskan emosinya, termasuk mengungkapkan aneka masalah yang dipendamnya, dan lainnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Abu Sufyan bin Harb. Dia berkata, "Aku masuk menemui Mu'awiyah yang saat itu tengah berbaring telentang. Di atas dadanya ada anak kecil laki-laki dan perempuan yang tengah bercanda dengannya.
Aku pun berkata, 'Turunkan anak itu, wahai Amirul Mu'minin'. Dia menjawab, 'Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: siapa memiliki anak kecil, hendaklah dia bermain dengannya'."

Sering – Seringlah Memasukan Rasa Bahagia ke dalam Hati Anak

Ada banyak hal yang dapat diberikan orangtua kepada anaknya. Namun, tidak ada yang paling spesial selain memasukkan rasa bahagia ke dalam hati mereka. Mengapa? Karena anak sangat suka akan kegembiraan. Siapa sering melakukannya, dia akan bisa merebut hati sang anak dan mempengaruhinya.
Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. kepada anak cucu beliau dan anak-anak para sahabat. Ada banyak cara yang beliau lakukan untuk membahagiakan mereka, antara lain:
(1) Menyambut kedatangan mereka, (2) mencium dan mencanai mereka, (3) mengusap kepala, (4) menggendong dan menimang, (5) memberi makanan, (6) makan bersama mereka, (7) menghiburnya di kala sedih, (8) mengajaknya bermain, (9) memberikan pujian, termasuk pula (10) mengadakan perlombaan dan memberi hadiah bagi pemenangnya.

Air Mata Penebus Surga

Setiap wanita punya air matanya sendiri. Setiap wanita punya ujiannya sendiri. Namun, setiap wanita punya jalan surganya sendiri.
Maka, ada wanita yang diuji dengan pasangannya. Ada yang diuji dengan anaknya atau orangtuanya. Ada pula yang diuji dengan ketiadaan pasangan, ketidakhadiran anak, atau kehilangan orangtua, kemiskinan, penyakit dan aneka kesulitan hidup lainnya.
Siapa mampu menghadapinya dengan sepenuh kesabaran, ada puncak kenikmatan sudah menanti di ujung jalan: surga dengan segala kenikmatannya.
Hal yang pasti, setiap wanita pasti sanggup menjalani semua ujian itu. "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS Al-Baqarah, 2:286)

Wahai Para Suami, Tahukan Anda tentang Hukum Terkait Haid Berikut?

Seorang suami atau ayah dituntut untuk memahami hukum-hukum mendasar terkait wanita. Salah satunya terkait masalah haid dan nifas. Dengan pengetahuan itu, dia bisa mengajari atau mengingatkan istri dan anak perempuannya yang telah dewasa manakala mereka terlalaikan dari hukum tersebut.
Di antara hukum yang banyak tidak diketahui oleh kaum bapak adalah terkait waktu suci dan kapan harus shalat setelah suci tersebut.
Ada satu kaidah yang disepakati jumhur ulama adalah:"Jika seorang wanita haid atau nifas suci sebelum terbenamnya matahari, dia harus menunaikan shalat Zuhur dan Ashar pada hari itu. Siapa suci dari keduanya sebelum Subuh, dia harus menunaikan shalat Maghrib dan Isya pada malam itu. Sesungguhnya, waktu shalat yang kedua adalah waktu untuk shalat yang pertama saat dalam keadaan uzur." (Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 1/59-60)

Ketika Cinta Tidak Hanya dari Pandangan Mata

Mengapa rumahtangga Rasulullah saw. dan Bunda Khadijah amatlah romantis? Tidak hanya di awal pernikahan, tetapi sampai Bunda Khadijah wafat di usia senja.
Sebab, keduanya saling cinta tidak hanya dengan mata, tetapi dengan hati!
Kalau cinta hanya pada pandangan mata, saat kecantikan pasangan memudar, memudar pulalah cinta dalam hati.
Namun, kalau cinta didasarkan pada hati (yang penuh keimanan), bagaimana pun kondisi fisik pasangan, cinta akan terus abadi.