Tiga Bekal Terbaik Orangtua kepada Anaknya

Setiap orangtua pasti ingin memberikan bekal dan warisan terbaik kepada anak-anaknya. Namun, tahukah Anda apa bekal terbaik tersebut?

Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, dalam bukunya yang berjudul Oase Al-Quran menuliskan bahwa, “Bekal terbaik dari orangtua kepada anaknya adalah keimanan dan takwa, kemudian etika (adab) dan Al-Quran. Dengan keimanan mereka akan selamat. Dengan etika mereka akan terhormat. Adapun dengan Al-Quran mereka akan tertuntun hidupnya di dunia dan mendapatkan syafaat di akhirat.”

Nasihat Khalifah Abdul Malik bin Marwan kepada Anaknya

Apabila niat dan cara mencarinya benar, tidak ada yang dilahirkan oleh ilmu kecuali kebaikan. Siapa memiliki ilmu, hidupnya akan mulia, lebih terjaga dan membawa keselamatan di posisi mana pun pemiliknya berada. Hal inilah yang layak ditenamkan orangtua ke dalam pikiran anak-anaknya.

Maka, di hadapan putra-putranya Khalifah Abdul Malik bin Marwan berkata, “Anak-anakku, tuntutlah ilmu. Sebab, apabila kalian menjadi pemimpin, (dengan ilmu) niscaya kalian akan bisa memimpin dengan baik. Dan, apabila kalian menjadi rakyat, (dengan ilmu) niscaya kalian dapat hidup dengan tenteram.” (Al-Lubbu fil Islam wat Thibb, Dr. Syaukat Asy-Syathi)

Karena besarnya keutamaan ilmu, Rasulullah saw. tidak pernah meminta tambahan kepada Allah Ta’ala, kecuali minta agar ditambahkan baginya ilmu (QS Thâhâ, 20: 114)

Cara Nabi Mengoreksi Kesalahan Anak

Orangtua kerap menuntut anak untuk melakukan satu pekerjaan secara sempurna. Pada saat yang bersamaan, dia tidak memberikan contohnya dengan jelas dan detail. Namun, saat anak melakukan kesalahan, orangtua menegur, mencela bahkan memarahinya.

Hal ini adalah sebentuk kezaliman yang kerap tidak disadari. Bagaimana mungkin seseorang harus melakukan suatu pekerjaan secara sempurna sedangkan dia tidak pernah melakukan sebelumnya dan tidak diberikan petunjuk yang jelas?

Maka, apabila mendapati seseorang melakukan kesalahan, Rasulullah saw. akan mengoreksi kesalahan tersebut dan menunjukkan cara memperbaikinya secara langsung, termasuk kepada seorang anak.

Satu ketika, Rasulullah saw. berjalan melewati seorang anak yang tengah menguliti kambing. Beliau pun melihat kalau si anak tidak melakukannya dengan baik. Maka, beliau bersabda kepadanya, “Minggirlah, akan aku perlihatkan caranya!”

Rasulullah saw. kemudian memasukkan tangannya di antara kulit dan daging, kemudian menekannya sehingga masuk sampai batas ketiak. Setelah itu beliau pergi untuk mengimami shalat dengan tanpoa berwudhu kembali. (HR Abu Dawud dari Abu Sa’id Al-Khudri)

Apa yang Nabi saw. lakukan, yaitu mengoreksi dan praktik secara langsung, akan mengundang pengetahuan yang benar, amalan yang terarah, dan cara yang benar dalam aktivitas mendidik.

Ringankan Beban Dosa dengan Berbuat Baik kepada Orang Tua

Ridha Allah ada pada keridhaan orangtua. Maka, manakala seseorang pernah melakukan dosa besar, berbakti kepada orangtua bisa menjadi jalan datangnya ampunan Allah Azza wa Jalla atas dosa-dosa tersebut.

Ibnu Umar ra. meriwayatkan bahwa ada seseorang menghadap Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah melakukan dosa besar. Apakah ada tobat untukku?”

Rasulullah saw. bertanya, “Apakah engkau masih memiliki ibu?” Dia menjawab, “Tidak!”

Beliau bertanya kembali, “Apakah engkau masih memiliki bibi?” Dia menjawab, “Iya.” Beliau pun bersabda, “Berbaktilah kepadanya.” (HR At-Tirmidzi)

Hatam Al-Qur’an dalam 10 Hari, Mengapa Tidak?

Dalam satu tahun ada waktu-waktu di mana amal ibadah yang kita lakukan bernilai spesial di hadapan Allah. Di antara waktu utama tersebut adalah sepuluh hari pertama di bulan Zulhijjah. Simaklah apa yang dijanjikan Rasulullah saw.

“Tidak ada hari di mana amal saleh pada hari itu lebih dicintai Allah ‘Azza wa Jalla daripada hari-hari ini, yaitu sepuluh hari (pertama bulan Zulhijjah).”

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga jihad fî sabilillâh (yang merupakan seutama-utama ibadah)?”

Beliau menjawab, “Tidak juga jihad fî sabilillâh, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa raga dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan membawa apapun (mati syahid atau semua hartanya habis).” (HR At-Tirmidzi, Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Beratnya Tugas Seorang Ayah

Kasihanilah para ayah. Di pundaknya ada beban berat terkait keluarganya: istri dan anak-anaknya. Tugas dia bukan sekadar mencari nafkah yang halal. Ada tugas berat lain yang menanti: memastikan istrinya, anaknya dan dirinya selamat di dunia dan bahagia di akhirat.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …” (QS At-Tahrîm, 66:6)

Rasulullah saw. pun bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang laki-laki (pun) adalah pemimpin atas keluarganya dan dia akan dimintai pertanggung-jawabannya … ” (HR Al-Bukhari)

Sahabat TasQ

Ada seorang guru melihat salah satu muridnya hendak pergi ke rumah temannya. Dia pun berkata, “Hendak ke manakah kamu?” Murid ini menjawab, “Aku ingin mengunjungi si Fulan.”

“Apakah kamu tahu penyakit (yang dapat merusak nilai kebaikan dari) berkunjung (bersilaturahim)?” Murid ini menjawab tidak.

“Ketahuilah Nak,” ujarnya, “Siapa mengunjungi saudaranya untuk mendapatkan lima perkara, niscaya kunjungannya tidak diridhai (tidak mendapatkan apa-apa) dari Allah Ta’ala. Kelimanya adalah:

·  berkunjung dengan niat mencari makan (meminta-minta);

·  berkunjung dengan niat dilihat orang demi popularitas dan kebanggaan;

·  berkunjung dengan niat untuk memperkenalkan (identitas) diri dan kedudukan agar dihargai dan dimuliakan (oleh yang dikunjungi);

· berkunjung dengan niat mendapatkan pujian orang lain;

·  berkunjung dengan niat untuk mendapatkan sesuatu (karena ketamakan).

Syaikh Abu Thalib Al-Makki, ‘Ilm Al-Qulûb (Terjemahan: Rahasia Ikhlas).