Adab Memakai Sepatu atau Kaus Kaki

Ada sunnah Rasulullah saw. saat kita memakai sepatu atau kaus kaki, yaitu kita melakukannya sambil duduk. Dari Jabil bin Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah saw. melarang seseorang mengenakan alas kaki (sepatu) sambil berdiri. (HR At-Tirmidzi dan Abu Dawud. Lihat Silsilah Ash-Shahihah, No. 719)

Mengapa demikian?

“Memakai sepatu sambil duduk lebih mudah dilakukan. Adapun mengenakannya sambil berdiri dapat membuat seseorang terjatuh. Maka, perintah untuk memakai alas kaki sambil duduk dan dengan pertolongan tangan, agar aman dari hal-hal yang menyusahkan.” (Al-Khattabi, Ma’alimus Sunan, 4/203)

Berbarislah Seperti Malaikat

Ada banyak momen di mana kita bagaikan para malaikat di hadapan Allah Azza wa Jalla. Kapankah itu? Salah satunya saat kita menghadiri shalat berjamaah dan berbaris dalam shaf yang lurus lagi rapat di hadapan-Nya.

Hadits dari Jabir bin Samurah ra. bahwa dia berkata, “Rasulullah saw. keluar menemui kami seraya bersabda, ‘Mengapa kalian tidak berbaris sebagaimana para malaikat berbaris di hadapan Rabbnya?’

Maka, kami pun bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimanakah para malaikat berbaris di hadapan Rabbnya?’

Beliau bersabda, ‘Mereka menyempurnakan barisan awal dan saling merapatkan diri dalam barisan (shaf)’.” (HR Muslim, No. 430)

Diamnya Ahli Ibadah

Sahabat TasQ, Seorang Muslim tidak cukup sekadar saleh sendirian. Dia pun dituntut untuk beramar ma’ruf nahi munkar. Mengajak orang pada kebaikan dan melarang orang dari melakukan kemasiatan sesuai kapasitas diri untuk melakukannya.

Imam Ahmad menyebutkan sebuah riwayat bahwa Allah Azza wa Jalla memerintahkan salah satu malaikat untuk menghancurkan sebuah desa. Malaikat ini lalu bertanya, “Tuhanku, bagaimana itu bisa terjadi sementara di antara mereka ada si Fulan yang ahli ibadah?”

Allah Ta’ala berfirman, “Lakukanlah! Sesungguhnya, sehari pun air mukanya tidak pernah berubah (karena marah terhadap kemaksiatan kaumnya) demi Aku.”

๐Ÿ“ฒ

Sahabat TasQ, Sebelum sampai di surga akhirat (in syรข Allah), sebenarnya kita sudah bisa mengusahakan hadirnya surga sejak di dunia, yaitu dengan mencontoh karakter para penghuni surga.

Salah satunya adalah dengan menjauhkan kata-kata kasar, sia-sia, jorok, dan semisalnya di tengah keluarga kita. Pada saat bersamaan, kita bisa membudayakan kata-kata yang penuh kebaikan.

Maka, di antara ciri dari rumahku surgaku adalah: tiada dusta dan perkataan sia-sia, kotor, kasar lagi penuh cela.Hal ini sesuai dengan gambaran Al-Quran tentang surga, “Di dalamnya (di surga) mereka tidak mendengar perkataan sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta.” (QS An-Naba’, 78:35)

#Ingin berlangganan Tausiyah Harian dari Team Tasdiqul Quran,

#Bagikan tulisan ini jika bermanfaat, Ajak keluarga, saudara dan sahabat terdekat, agar mendapatkan pahala kebaikan yang sama ketika orang tersebut mengamalkannya.๐Ÿ“ฒ#Daftar via WhatsApp๐Ÿ”—

๐Ÿ“ฒ#Gabung via Telegram๐Ÿ”—https://t.me/TN_TASQSemoga informasi ini bermanfaat ya.

Rahasia Mendapatkan Tambahan Ilmu

Tidaklah Allah Ta’ala menghadirkan ilmu kecuali untuk dipelajari dan diamalkan. Maka, saat seseorang mempelajari ilmu dan mengamalkannya, Allah Ta’ala akan memberikan aneka kebaikan baginya.

Satu di antaranya disebutkan oleh Abdul Wahid bin Zaid, sebagaimana dinukilkan dalam Kitab Hilyatul Auliya, “Siapa mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya, niscaya Allah Ta’ala akan membukakan untuknya hal-hal yang belum diketahuinya.”

Maka, terkait hal ini Basyar bin Harits rahimahullah menasihatkan kepada putranya, “Wahai anakku, yang namanya ilmu itu harus diamalkan. Jika engkau belum bisa mengamalkan seluruhnya, amalkanlah 5 dari setiap 200 (ilmu) seperti halnya hitungan dalam zakat dirham atau perak (yaitu 1/40 atau 2,5%).” (Abu Nu’aim Al-Ashbahani, Hilyatul Auliya)

Tiga Orang Calon penghuni Surga

Surga itu seluas langit dan bumi. Andaikan seluruh penduduk bumi masuk ke dalamnya, surga tidak akan kesempitan. Dia masih teramat luas untuk ditempati.

Kabar baiknya siapapun kita, kaya atau miskin, rakyat atau pejabat, ulama atau orang awam, bisa memasukinya asalkan memiliki tiket dan memenuhi syarat yang ditetapkan.

Tiga di antaranya diinformasikan oleh Rasulullah saw.

“Penghuni surga itu ada tiga,” sabda beliau. Siapa sajakah itu? “(1) Penguasa yang adil lagi bijaksana. (2) Orang yang pengasih lagi berhati lembut terhadap seluruh kerabat dan orang Muslim. Dan, (3) orang miskin yang menjaga kehormatan keluarganya.” (HR Muslim, 4:1742, No. 2865)

Sikap Pertengahan dalam Amalan

Siapapun kita, tidak ada jaminan kalau amal saleh kita diterima di sisi Allah Azza wa Jalla. Pada saat bersamaan, tidak ada jaminan kalau tumpukan dosa kita akan diampuni Zat Yang Mahakuasa.

‘Aun bin Abdullah rahimahullah, (dalam At-Taubah Li Ibni Abi Ad-Dunya), menasihatkan:

“Janganlah engkau yakin dengan banyaknya amalanmu. Sesungguhnya, engkau tidak tahu apakah amalanmu diterima atau tidak. Dan, jangan pula engkau merasa aman dari dosa-dosamu. Sesungguhnya, engkau tidak tahu apakah dosamu diampuni atau tidak.”

Maka, senantiasa bersungguh-sungguh dalam menunaikan amal kebaikan, sambil terus meminta agar Alah berkenan menerima amal ibadah kita, kemudian bersungguh-sungguh dalam menjaga diri dari maksiat, sambil terus memohon ampun kepada-Nya, adalah sebaik-baik jalan yang ditempuh dalam dua ketidakpastian tersebut.